psikiater (#prompt 8 – flow)

Placeholder Image

“Aku sudah muak dengan semua ini. Semua rutinitas yang sama tiap hari. Bangun, mandi, makan, berangkat kerja, merasa bosan. Sampai jam istirahat tiba, bisa bersenang-senang sedikit dengan makan lagi, lalu kerja lagi. Lalu pulang ke rumah, menonton televisi untuk hiburan, lalu tidur. Lalu bangun lagi, tiap hari menghitung berapa hari lagi libur itu datang. Ketika hari minggu datang, pergi jalan-jalan ke mall, menonton film, memakan sesuatu yang enak. Lalu malam tiba, dan mengutuk hari senin yang sudah ada di depan mata. Lalu bekerja lagi untuk mendapat uang yang aku habiskan di hari libur. Awalnya hari libur terasa sangat menyenangkan. Tapi aku sadar, aku hanya terperangkap di rutinitas ini. Bekerja untuk uang, dan menghabiskan uang untuk kebahagiaan.”

Mendengar orang itu berbicara panjang lebar, ia tersentak. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Karena ia memang tak harus menjawab, atau mungkin ia memang tak punya solusinya.
Karena perempuan itu sedang berbicara dengan orang yang tertidur.

Kemudian perempuan itu bertanya, “Apa kau memiliki teman?”

“Teman dekat, aku tidak punya. Tapi ada banyak orang di sekitarku yang pura-pura berucap dan bersikap baik padaku. Aku rasa mereka bukan teman. Apa kau sendiri punya?”

Perempuan itu terdiam lagi. Tapi memang ia tidak perlu menjawab pertanyaan itu, karena pemuda yang ia ajak bicara sedang tidak sadar, ia hanya berbicara sesuai dengan alam bawah sadarnya.

Perempuan itu melanjutkan, “Kau melihat dunia dengan perspektif yang salah. Kebahagiaan itu ada di sekitar kita. Ada di orang yang menyayangi kita. Ada di …”

“Teman kita?” tiba-tiba pemuda itu menjawab. Lalu ia melanjutkan, “kita bahagia, karena teman kita. Ketika kita susah dan ia tidak ada bersama kita, apakah kita bahagia? Ketika teman itu sudah sangat dekat dengan kita, dan ia meninggal, apakah kita bahagia? Kau tahu, semakin banyak kau membuka diri dengan dunia, kau akan makin mudah terlukai.”

“Tapi …”

“Bukankah kehidupan memang seperti itu? Jawab aku. Rutinitas ini membunuhmu kan? Kau belajar bertahun-tahun di universitas, untuk mendapatkan gelar. Karena gelar itu kau sekarang bisa jadi psikiater. Tapi lihat, sekarang kau sama suntuknya denganku, kau juga masuk rutinitas kehidupan ini. Bekerja, mencari uang, suntuk, menghabiskan uang, senang. Bahkan untuk mendapat uang, kau harus pura-pura terbuka dengan klienmu, kau berbohong dan berusaha meyakinkannya kalau ia baik-baik saja. Padahal kau lebih parah daripadaku, kau berbohong, pura-pura menyayangi klienmu, hanya karena uang mereka. Iya, uang. Padahal di belakang kami, kau membuka aib kami kepada teman-teman dekatmu. Meskipun kau tidak menyebutkan nama klienmu, tetap saja aib itu tersebut dari mulutmu. Persetan dengan kode etikmu, kau tidak benar-benar ingin membantu orang-orang yang hancur jiwanya, kau hanya ingin UANGNYA! Bila kami datang padamu tanpa uang, akankah kau membantu kami? Kau hanya peduli pada dirimu sendiri, kau hanya ingin tiap hari bisa membeli barang-barang itu, yang membiusmu dan menutup mulut hati kecilmu yang berkata semua di dunia ini salah. Kau hanya ingin bahagia, meski itu sejenak.”

Perempuan itu gemetar, lalu berdiri dari tempat duduknya. Lalu ia berkata, “Dalam hitungan ketiga kau akan bangun dari tidurmu. Satu …”

“Tapi itu tidak apa, pikirmu. Pikirmu, bahagia meski sejenak, meski menutup mulut itu tidak apa. Kau tahu kenapa, karena semua orang seperti itu.”

“Dua …”

“Semua orang memakai topeng, dan kita tidak perlu berpikir keras untuk tidak memakainya. Semua orang berhak bahagia, pikirmu. Otakmu selalu mencari jawaban mudah dari pertanyaan-pertanyaan ini. Kau ingin kabur dari pertanyaan ini dunia. Dan kau pikir, itu tidak apa, karena semua orang melakukannya. Meski itu berarti tetap dalam lingkaran kebohongan.”

“Tiga.”

Pemuda itu terbangun.

“Aku sudah terbangun. Sekarang giliranmu.”

 

Note from Author: (7 juni 2017)

Sebenarnya kebenaran tidak sesederhana yang saya coba sampaikan di cerpen ini. Saya cuma menyampaikan sebuah pandangan oleh seseorang, yang belum tentu benar menurut orang lain. Bahagia juga bisa di dapatkan di teman dan keluarga, dan bahagia itu nyata, bukan ilusi.

Tapi mungkin ada beberapa orang yang tidak bisa memaknai bahagia itu, karena memiliki pengalaman tentang perlakuan anggota keluarga / temannya yang kurang menyenangkan.

Semoga kita bisa saling memahami.

4 pemikiran pada “psikiater (#prompt 8 – flow)

Tinggalkan komentar