Lilin di Malam Natal

capture
“Ah, dinginnya… Ternyata musim dingin sangat merepotkan,” ucapku pelan, sambil duduk di bangku pinggir jalanan kota.

Meskipun langit terlihat terang, tetapi rasanya sinar matahari sama sekali tak menyentuh kulitku.

“Salju selalu turun di hari natal, bung. Apa kau orang baru di sini?” tanya seorang pria tua yang sedari tadi duduk disampingku.

“Ya, begitulah. Ini pertama kalinya aku berkunjung ke kota ini. Rencananya aku akan merayakan hari natal bersama orang tuaku.”

“Wah, itu bagus. Aku Roman.”

“Aku Steve. Salam kenal,” ucapku sambil menjabat tangannya.

Cerpen ini pertama kali saya tulis di Fiksi Bulanan Kaskus Desember 2014,
dan saya dedikasikan untuk kawan-kawan yang merayakan natal.
Semoga bisa dinikmati,
dan semoga kawan-kawan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dari cerpen ini 🙂

“Apa kau sibuk?”

“Tidak juga. Aku hanya ingin duduk santai.”

“Baguslah. Karena kau orang baru, kau pasti belum tahu tentang kisah gadis penjual korek api di kota ini kan?”

“Sepertinya aku pernah dengar …

… Di malam natal, ia berjualan korek api di tengah dinginnya salju. Karena koreknya tidak ada yang laku, ia takut pulang ke rumah, karena akan dimarahi ayahnya. Jadi ia menyalakan semua koreknya, agar terus merasa hangat. Ketika koreknya sudah habis, ia mati kedinginan. Cerita yang menyedihkan. Tapi aku tidak pernah tahu ia tinggal di kota ini.”

“Ya, itu benar, anak yang malang. Aku juga yakin karena kau bukan orang sini, kau pasti belum tahu kisah sebelum ia berjualan korek.”

“Hmm… Aku tidak pernah dengar. Maukah kau menceritakannya?”

“Baiklah. Aku yakin kau suka dengan kisah ini.”

Lalu ia melanjutkan,

“Suatu hari, terdapat sebuah keluarga, yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan seorang anak perempuan yang cantik.

Meskipun tidak berkecukupan, mereka hidup dalam kebahagiaan.

Sang ayah, bekerja sebagai karyawan di sebuah toko kue.

Sedangkan istri dan putrinya, Nata, setia menunggu ayahnya pulang dengan senyuman.

Ia dinamai Nata karena ia lahir di hari natal. Mereka sering merayakan natal sekaligus ulang tahun Nata, meskipun tanpa kado, pohon, dan hiasan yang mahal. Mereka tahu bukan itu makna natal yang sesungguhnya.”

“Ya, sepertinya mereka sangat bahagia.”

“Begitulah. Mereka sangat mencintai natal. Tapi itu hanya awalnya.”

“Maksudmu?”

“Di suatu malam, kejadian buruk terjadi. Saat itu, di malam natal dan ulang tahun Nata yang ke-7, Nata memohon sebuah hadiah pada ayahnya. Ia ingin sebuah kue dan lilin menyala di atasnya. Sebenarnya Nata sudah lama menginginkan kue itu, tapi kue itu sangat mahal, dan mereka tak mampu membelinya, mengingat pekerjaan ayahnya yang hanya pegawai toko kue, dan keadaan ibunya yang sedang sakit parah saat itu.

Sang ayah pernah mencoba meminta kue itu pada bosnya. Tapi bosnya sangat kikir, ia tidak mau memberinya. Demi putri tercintanya, si ayah rela melakukan apa saja, meskipun itu berarti mencuri sebuah kue dari toko bosnya sendiri.

Ketika hendak keluar, ia kepergok oleh bosnya. Mengetahui hal itu, ia dipecat. Si Ayah pulang tanpa kue, dan tanpa pekerjaan.”

“Kasihan sekali pria itu.”

“Selanjutnya, sesuatu yang lebih buruk terjadi. Ketika ia pulang, ia hampir tak percaya akan apa yang ia lihat.

Istrinya meninggal akibat penyakitnya. Ternyata Nata tidak memberi obat pada ibunya, karena obatnya habis. Ayahpun marah, dan sejak saat itu, ia merasa ini semua kesalahan Nata. Andai saja ia disana dan tidak ke toko roti, ia pasti sempat membeli obat baru dan istrinya tidak akan meninggal. Dan andai saja Nata tidak meminta kue itu, ia tidak akan kehilangan pekerjaannya. Dan juga istrinya.”

“Oh, jadi karena kejadian itu, ia menyuruh anaknya bekerja?”

“Benar. Ia kehilangan cinta, perasaan, dan kasih sayang terhadap putrinya, sampai-sampai tega membiarkan seorang anak kecil berjualan demi kelangsungan hidupnya sendiri.

Setelah kematian anaknya, barulah ia sadar, apa yang sudah dilakukannya.

Ia telah membunuh putri mungilnya, demi beberapa koin uang dari korek api. Ia sangat menyesal. Ia tak pernah bisa memaafkan dirinya sendiri. Akhirnya ia bekerja keras sebagai penjual korek api, ia berpikir itu bisa menebus dosanya pada Nata.”

Aku tak tahu harus berkata apa. Perasaan kesal dan kasihan bersenyawa menjadi satu di otakku. Di satu sisi, Si Ayah memang menyebalkan, tapi aku juga kasihan terhadapnya.

“Lalu, bagaimana selanjutnya?” tanyaku penasaran.

Ia beranjak dari bangkunya dan berjalan ke suatu tempat. “Ikuti aku,” ucapnya.

Langit mulai gelap, seharusnya aku bersiap-siap pulang ke rumah. Tapi aku sangat penasaran dengan cerita ini. “Sepertinya tidak apa terlambat sebentar saja,” pikirku.

Aku pun berjalan mengikutinya. Kami berjalan ke suatu tempat. Sebuah toko kue. Aku melihatnya berbicara pada kasir dari jauh. Beberapa saat selanjutnya, tampak seseorang datang dan membawa sebuah kue kecil dan lilin di atasnya. Roman meletakkan sekantung uang receh dari jaketnya di meja kasir, dan keluar dari toko roti.

Kami berjalan lagi. Sepertinya kami mulai agak jauh dari kota. Aku tak tahu kami sedang berjalan ke mana, dan aku tetap mengikutinya.

Akhirnya kami sampai ke sebuah tempat. Pemakaman. Meskipun bingung, aku terus mengikutinya, dan kami sampai di sebuah batu nisan. Batu itu bertuliskan nama Nata.

“Ketika ia meminta kue ini, ia berkata, kami akan mengucapkan permintaan kami, dan meniup lilin ini bersama-sama.”

Ia melanjutkan kalimatnya.

“Nata, jika kau mendengarku, permintaanku hanyalah agar kau mau memaafkan ayah.”

Ia menyalakan sebuah korek api dan membakar sumbu lilin.

Akhirnya aku tahu akhir kisahnya.

Roman memejamkan mata, dan mengucapkan permintaannya dalam hati. Ketika hendak meniup lilinnya, angin malam seakan-akan berhembus dan ikut meniupnya. Dan kami berdua tahu, angin malam itu adalah Nata.

“Aku harap, kau tenang di sana, Nata.”katanya dalam sunyi.

Air mata berlinang dari matanya. Aku melihatnya menangis dalam senyuman. Sepertinya kebahagiaan natal telah kembali di dalam dirinya.

“Selamat natal, Roman. Nata pasti memaafkanmu.”

4 pemikiran pada “Lilin di Malam Natal

    1. Waah iya kah?😂😂 Saya malah belum tahu hans chris, nanti coba saya cari :”)

      Sebenernya cerpen ini dari kontes nya Kaskus, waktu itu temannya bikin semacam cerita lain dari dongeng yang sudah ada, dan saya pilih dongeng ini karena pernah baca watu kecil 😂

      Makasih yaaa

      Suka

Tinggalkan komentar